Sabtu, 09 Maret 2013

demokrasi dalam islam



      BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." .[2] Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.
Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang lain, justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun.Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi.  Di bawah ini, ada tulisan menarik tentang demokrasi dalam perspektif Islam.
Untuk itu, kami akan membahas mengenai bagaimana sebenarnya HAM dan Demokrasi menurut ajaran islam.
1.2    Rumusan Masalah
Masih banyak masyarakat islam yang belum mengerti bagaimana sebenarnya hak asasi dan demokrasi yang diajarkan islam.
1.3    Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah kami yaitu:
-          Agar masyarakat islam mengetahui bagaimana sebenarnya hak asasi menurut ajaran agama islam.
-          agar masyarakat islam mengetahui bagaimana hokum demokrasi menurut islam.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Hukum Islam
Hukum adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa hukum yang tidak tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan harta benda.
Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.
                
2.2    Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum islam baik dalam pengertian syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua baagian besar, yaitu: Ibadah (mahdhah) dan muamalah (ghairu mahdhah).
1)  Ibadah (mahdhah) adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim dalam menjalankan hubingan kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat, menjalankan ibadah haji. Tata caara dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun dikurangi. Ketentuannya telah di atur dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh RasulNya. Dengan demikian tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan dan perombakan secaara asasi mengenai hukum, susunan, cara dan tata cara beribadat. Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan aalat-alat modern dalam pelaksanaannya.
2)    Muamalah (ghairu mahdhah) dal.a pengertian yang luas adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia walaupun ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha itu.
  Bagian- bagian hukum islam adalah:
a)        Munakahat (hukum yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian dan akibat-akibatnya.)
b)             Wirasah (hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta warisan daan cara pembagian waarisan)
c)      Muamalat (hukum yang mengatur masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan lain-lain)
d)     Jinayat (hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bbagi pelakunya)
e)      Al-ahkam as-sulthaniyah (hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak daan sebagainya)
f)       Siyar (hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain)
g)      Mukhassamat (hukumyang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara)
Sistematika hukum islam daapat dikemukakan sebagai berikut:
v Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum peronrangan
v Al-ahkam al-maadaniyah (hukum kebendaan)
v Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
v Al ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara)
v Al-ahkam ad-dauliyah (hukum internasional)
v Al-ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)

2.3    Sumber Hukum Islam
Di dalam hukum islam rujukan-rujukan dan dalil telah ditentukan sedemikian rupa oleh syariat, mulai dari sumber yang pokok maupun yang bersifaat alternatif. Sumber tertib hukum Islaam ini secara umumnya dapat dipahami dalam firaaman Allah dalam QS. An-nisa: 59, “wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilalh RasulNyadaan ulil amri di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia pada Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar bberiman kapada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik (akibatnya).
Dari ayat tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan hokum agamanya harus didasarkan urutan:
1)      Selalu menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2)      Menaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3)      Menaati ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat islam.
4)      Mengenbalikan kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum
Secara lebih teknis umat islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib hukum:
1)      Al Quran
2)      Sunah atau hadits Rasul
3)      Keputusan penguasa; khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal ‘aqdi (legislatif), amupun qadli (yudikatif) baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif (ijma’)
4)      Mencari ketentuan ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali jika terjadi kontroversi dalam memahami ketentuan hukum.
Dengan komposisi itu pula hukum islam dapat diklasifikaasikan menjadi dua jenis:
1)      Dalil Naqli yaitu Al Quran dan as sunah
2)      Dalil Aqli yaitu pemikiran akal manusia.

2.4    Kontribusi Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakkan Hukum Islam
Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
·         Al- tsabat (stabil), hukumislam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah sepanjang masa
·         At-tathawwur (berkembang),hukum islam tidak kaku dalam berbagai konddisi dan situasi sosial.
Dilihat dari sketsa historis, hukum islam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat bary diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam masuk indonesia, rakyat indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk sifatnya. Namun setelah islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai kerajaan nusantara, maka hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan tersebar manjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Secara yuridis formal, keberadaan negara kesatuan indonesia adalah diawali pada saat proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin islam untuk kembali menjalankan hukum islam baggi umat islam berkobar, setelah seacra tidak langsung hukum islam dikebiri melalui teori receptie.
Dalam pembentukan hukum islam di indonesia, kesadarn berhukum islam untuk pertama kali pada zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan yang maha esa”.
Meskipun demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan, hukumislam telah benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara kontitusional yuridik.
Dengan demikian kontribusi umat islam dalam petrumusan dan penegakan hukum sangat besar. Ada pun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi waajib pula menurut perundangan.
2.5    Fungsi Kubuh Islam Dalam Kehidupan Masyarakat dan HAM Menurut Islam
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia membutuhkan pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam memperoleh kemajuan dan dinamika kehidupannya. Setiapa individu dan kelompok sosial memiliki kjepentingan. Namun demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin bertentangan. Hal itu mengandung poteensi terjanya benturaan daan konflik. Maka hal itu membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu dapaat dicapai secara adil, maka dibutuhjkan penegakkan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang kemudian disebutdenngan hukum islam yang dan menjadi pedomaan setiap pemeeluknya.
Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu:
a.         Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b.         Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
c.         Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).
Oreintasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal abadi, baik yang berupa hukum- hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan (dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara Allah dengan makhluknya. Maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri.
Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:
1)        Fungsi ibaadah. Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu’. Maka dengan daalil ini fungsi ibadah tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2)        Fungsi amr makruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran). Maka setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk mannusia yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
3)        Fungsi zawajir (penjeraan). Aadanya sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga dengan aancaman siksa akhirat dimaksudkaan agar manusia dapat jera dan takut melakukan kejahatan.
4)        Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat). Ketentuan hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan pengorganisasian umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah fungsi enginering social.
Keempat fungsi hukumtersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum tertentu tetapi saatu deengan yang lain juga saling terkait.

Adapun HAM menurut Islam yaitu :
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan."
 (QS. 22: 4)
2.6 pengertian demokrasi dalam islam
 Demokrasi dalam Islam.Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yangsama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belumditerima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve,sementara yang lain, justru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannyasama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya.Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurangmemahami bagaimana Islam memandang demokrasi.Istilah demokrasi dalam sejarah Islam tetaplah asing, karena sistem demokrasitidak pernah dikenali oleh kaum muslimin sejak awal. Kedaulatan mutlak dan ke
Esaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandungdalam konsep khilafah memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawanbelakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dianggap demokratis,didalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat,tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengembanpemerintahan. Orang-orang Islam hanya mengenal kebebasan (al hurriyah) yangmerupakan tiang utama demokrasi yang diwarisi semenjak zaman Nabi Muhammad(SAW), termasuk di dalamnya kebebasan memilih pemimpin, mengelola negara secarabersama-sama (syura), kebebasan mengkritik penguasa, dan kebebasanberpendapat.Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun.Meminta pendapat dan mencari kebenaran adalah salah satu prinsip dalamdemokrasi yang dianut sebagian besar bangsa di dunia. Didalam Islam bermusyawarahuntuk mencapai mufakat adalah hal yang disyariatkan,seperti dalam terjemahan Firman Allah :
³Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan merekamenafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.´ (Terjemahan QS. Asy-syura: 36) Dengan ayat itu, kita memahami bahwa Islam telah memposisikan musyawarahpada tempat yang agung. Syariat Islam yang lapang ini telah memberinya tempat yangbesar dalam dasar-dasar Tasyri. (yurisprudensi). Ayat itu memandang sikap komitmenkepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satufaktor pembentuk kepribadian Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebihmenegaskan urgensi syura, ayat di atas menyebutkannya secara berdampingandengan satu ibadah fardhu ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula imanlengkap kecuali dengan ibadah itu, yakni shalat, infak, dan menjauhi perbuatan keji.Hal tersebut menunjukan bahwa, Islam secara langsung menerapkan prinsippengambilan keputusan;musyawarah yang menjadi sendi utama dalam demokrasimodern (dari, oleh dan untuk kepentingan rakyat). Disamping itu, hal-hal yang sangatpenting dalam masalah demokrasi, yakni konsensus atau ijma. sementara ini ijma konsensus telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum Islam.Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islamdan memberikan sumbangan sangat besar terhadap tafsir hukum. Konsensus danmusyawarah sering dianggap sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islammodern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas, legitimasi negara tergantung pada sejauh mana organisasi dankekuasaan negara mencerminkan kehendak umat. Sebab seperti yang pernahditekankan oleh para ahli hukum klasik, legitimasi pranata-pranata negara tidak berasaldari sumber tekstual,tetapi terutama didasarkan pada prinsip ijma¶. Selain syuro danijma¶, ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi Islam, yakni ijtihad,dalam konteks modern sering diartikan seruan untuk melakukan pembaruan radikal,yang menyatakan bahwa dalam Islam kekuasaan berasal dari kerangka al-Quran danbukan dari sumber yang lain yang manapun, prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis,pendekatan kitalah yang telah menjadi statis, oleh karena itu sudah saatnya dilakukanpemikiran ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi,inovasi dan kreativitas ( Altaf Gauhar, 1983: 43 ). Musyawarah, konsensus, dan ijtihadmerupakan konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalamkerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban manusia sebagai khalifahNya, meskipunistilah ini banyak diperdebatkan maknanya di dunia Islam, tapi istilah ini memberikanlandasan yang efektif untuk memahami hubungan antara Islam dan demokrasi di duniakontemporer Yang menjadi poin penting dalam demokrasi bukan sistem trias politiknya, yangmembagi pemerintahan kedalam empat lembaga (eksekutif, yudikatif, legislative, danmedia massa), melainkan sistem checks and balancesyang berlangsung dalampemerintahan itu. Tentunya agar bisa berjalan maka, harus ada keterbukaan darimasing-masing elemen dalam pemerintahan itu. Dan keterbukaan itu dapat diwujudkandalam sebuah bentuk musyawarah yang efisien, efektif dan egaliter. Tentu saja tujuanadalah kesejahteraan rakyat.
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut kami dapat menarik kesimpulan :
-          Kontribusi umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum sangat besar. Ada pun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi waajib pula menurut perundangan.
-            Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
-            Demokrasi menurut islam yaitu meminta pendapat dan mencari kebenaran..

1 komentar: