BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan
hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan
kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah
saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram
atas kamu." .[2] Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh
hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin
hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban
menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis
kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya
menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang
demi melindungi hak-hak ini.
Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah
demokrasi. Di saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan
hari ini masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan
memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang lain,
justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak
sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya.
Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun.Kondisi ini dipicu dengan
banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam
memandang demokrasi. Di bawah ini, ada tulisan menarik tentang demokrasi
dalam perspektif Islam.
Untuk itu, kami akan membahas mengenai bagaimana
sebenarnya HAM dan Demokrasi menurut ajaran islam.
1.2 Rumusan
Masalah
Masih banyak masyarakat islam yang
belum mengerti bagaimana sebenarnya hak asasi dan demokrasi yang diajarkan
islam.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah
kami yaitu:
-
Agar
masyarakat islam mengetahui bagaimana sebenarnya hak asasi menurut ajaran agama
islam.
-
agar
masyarakat islam mengetahui bagaimana hokum demokrasi menurut islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hukum Islam
Hukum adalah seperangkat norma atau
peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia, baik norma atau
peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarkat
maupun peraturana atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan
oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa hukum yang tidak tertulis, seperti hukum
adat, bisa juga berupa hukum tertulis dalam peraturan perundangan-undangan.
Hukum sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia dengan
manusia lain dan harta benda.
Sedangkan hukum Islam adalah hukum
yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Konsepsi hukum islam,
dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya
mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi
juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dengan
dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan
hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.
2.2 Ruang
Lingkup Hukum Islam
Hukum islam baik dalam pengertian
syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua baagian besar, yaitu: Ibadah
(mahdhah) dan muamalah (ghairu mahdhah).
1)
Ibadah (mahdhah) adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh
seoraang muslim dalam menjalankan hubingan kepada Allah, seperti shalat,
membayar zakat, menjalankan ibadah haji. Tata caara dan upacara ini tetap,
tidak ditambah-tambah maupun dikurangi. Ketentuannya telah di atur dengan pasti
oleh Allah dan dijelaskan oleh RasulNya. Dengan demikian tidak mungkin ada
proses yang membawa perubahan dan perombakan secaara asasi mengenai hukum,
susunan, cara dan tata cara beribadat. Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan
aalat-alat modern dalam pelaksanaannya.
2)
Muamalah (ghairu mahdhah) dal.a pengertian yang luas adalah
ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia walaupun
ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka
untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha
itu.
Bagian- bagian hukum islam adalah:
a)
Munakahat
(hukum yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian
dan akibat-akibatnya.)
b)
Wirasah
(hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli
waris, harta warisan daan cara pembagian waarisan)
c)
Muamalat
(hukum yang mengatur masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan
manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan
dan lain-lain)
d)
Jinayat
(hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman
baik dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan
batas hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau
perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai
pelajaran bbagi pelakunya)
e)
Al-ahkam
as-sulthaniyah (hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan kepala
negara, pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak daan sebagainya)
f)
Siyar (hukum
yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan
negara lain)
g)
Mukhassamat
(hukumyang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara)
Sistematika hukum islam daapat
dikemukakan sebagai berikut:
v Al-ahkam asy-syakhsiyah
(hukum peronrangan
v Al-ahkam al-maadaniyah (hukum
kebendaan)
v Al-ahkam al-murafaat (hukum
acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
v Al ahkam al-dusturiyah (hukum
tata negara)
v Al-ahkam ad-dauliyah (hukum
internasional)
v Al-ahkam al-iqtishadiyah
wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
2.3 Sumber Hukum
Islam
Di dalam hukum islam rujukan-rujukan
dan dalil telah ditentukan sedemikian rupa oleh syariat, mulai dari sumber yang
pokok maupun yang bersifaat alternatif. Sumber tertib hukum Islaam ini secara
umumnya dapat dipahami dalam firaaman Allah dalam QS. An-nisa: 59, “wahai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilalh RasulNyadaan ulil amri
di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah
ia pada Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar bberiman
kapada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik (akibatnya).
Dari ayat tersebut, dapat diperoleh
pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan hokum agamanya harus didasarkan
urutan:
1) Selalu
menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2) Menaati
Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3) Menaati ulil
amri (lembaga yang menguasai urusan umat islam.
4) Mengenbalikan
kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum
Secara lebih teknis umat islam dalam
berhukum harus memperhatikan sumber tertib hukum:
1) Al Quran
2) Sunah atau
hadits Rasul
3) Keputusan
penguasa; khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal ‘aqdi (legislatif), amupun
qadli (yudikatif) baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif
(ijma’)
4) Mencari
ketentuan ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali jika terjadi
kontroversi dalam memahami ketentuan hukum.
Dengan komposisi itu pula hukum
islam dapat diklasifikaasikan menjadi dua jenis:
1) Dalil Naqli
yaitu Al Quran dan as sunah
2) Dalil Aqli
yaitu pemikiran akal manusia.
2.4 Kontribusi
Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakkan Hukum Islam
Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
·
Al- tsabat
(stabil), hukumislam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah sepanjang masa
·
At-tathawwur
(berkembang),hukum islam tidak kaku dalam berbagai konddisi dan situasi sosial.
Dilihat dari sketsa historis, hukum
islam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke Indonesia pada abad ke 1
hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat bary diperkenalkan VOC awal
abad 17 masehi. Sebalum islam masuk indonesia, rakyat indonesia menganut hukum
adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk sifatnya. Namun setelah
islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai kerajaan nusantara, maka hukum
islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan tersebar manjadi
hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Secara yuridis formal, keberadaan
negara kesatuan indonesia adalah diawali pada saat proklamasi 17 Agustus 1945.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya Undang-Undang Dasar
1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin islam untuk kembali menjalankan
hukum islam baggi umat islam berkobar, setelah seacra tidak langsung hukum
islam dikebiri melalui teori receptie.
Dalam pembentukan hukum islam di
indonesia, kesadarn berhukum islam untuk pertama kali pada zaman kemeerdekaan
adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam dasar ketuhanan
diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus
1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan yang maha esa”.
Meskipun demikian, dalam berbagai
macam peraturan perundang-undangan, hukumislam telah benar-benar memperoleh
tempat yang wajar secara kontitusional yuridik.
Dengan demikian kontribusi umat
islam dalam petrumusan dan penegakan hukum sangat besar. Ada pun upaya yang
harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara
yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu
keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum
harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam
dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam
perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi waajib pula
menurut perundangan.
2.5 Fungsi Kubuh
Islam Dalam Kehidupan Masyarakat dan HAM Menurut Islam
Manusia adalah makhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri manusia membutuhkan pertolongan satu sama lain dan
memerlukan organisasi dalam memperoleh kemajuan dan dinamika kehidupannya.
Setiapa individu dan kelompok sosial memiliki kjepentingan. Namun demikan
kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin bertentangan.
Hal itu mengandung poteensi terjanya benturaan daan konflik. Maka hal itu
membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu dapaat dicapai secara adil,
maka dibutuhjkan penegakkan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang
kemudian disebutdenngan hukum islam yang dan menjadi pedomaan setiap pemeeluknya.
Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi,
yaitu:
a.
Mendidik
indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b.
Menegakkan
keadilan (iqamat al-‘adl),
c.
Merealisasikan
kemashlahatan (al-mashlahah).
Oreintasi tersebut tidak hanya
bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam kehidupan duniawi tetapi juga
harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal abadi, baik yang
berupa hukum- hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan hidup (jalbu al
manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan (dar’u
al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara
Allah dengan makhluknya. Maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri.
Sedangkan fungsi hukum islam
dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:
1)
Fungsi
ibaadah. Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: “Dan tidak aku ciptakan jin
dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu’. Maka dengan daalil ini fungsi
ibadah tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2)
Fungsi amr
makruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran). Maka
setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk
mannusia yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
3)
Fungsi
zawajir (penjeraan). Aadanya sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi
hukuman dunia, tetapi juga dengan aancaman siksa akhirat dimaksudkaan agar
manusia dapat jera dan takut melakukan kejahatan.
4)
Fungsi
tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat). Ketentuan
hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk
menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan
pengorganisasian umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini
dikenal dengan istilah fungsi enginering social.
Keempat fungsi hukumtersebut tidak
dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum tertentu tetapi saatu
deengan yang lain juga saling terkait.
Adapun HAM
menurut Islam yaitu :
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan
hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan
kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah
saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu
haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja
menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban
memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban
menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis
kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya
menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang
demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar
memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Negara juga menjamin tidak
ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah
mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak
untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika
Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan
kepada Allah-lah kembali semua urusan."
(QS. 22: 4)
2.6
pengertian demokrasi dalam islam
Demokrasi dalam Islam.Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah
demokrasi. Di saat yangsama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan
hari ini masih belumditerima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa
menerima tanpa reserve,sementara yang lain, justru bersikap ekstrem.
Menolak bahkan mengharamkannyasama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak
bersikap sebagaimana keduanya.Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan
umat Islam sendiri yang kurangmemahami bagaimana Islam memandang
demokrasi.Istilah demokrasi dalam sejarah Islam tetaplah asing, karena sistem
demokrasitidak pernah dikenali oleh kaum muslimin sejak awal. Kedaulatan mutlak
dan ke
Esaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid
dan peranan manusia yang terkandungdalam konsep khilafah memberikan kerangka
yang dengannya para cendikiawanbelakangan ini mengembangkan teori politik
tertentu yang dianggap demokratis,didalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan
terhadap kedaulatan rakyat,tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban
rakyat sebagai pengembanpemerintahan. Orang-orang Islam hanya mengenal
kebebasan (al hurriyah) yangmerupakan tiang utama demokrasi yang diwarisi
semenjak zaman Nabi Muhammad(SAW), termasuk di dalamnya kebebasan memilih
pemimpin, mengelola negara secarabersama-sama (syura), kebebasan mengkritik
penguasa, dan kebebasanberpendapat.Artinya, banyak yang tidak mau bersikap
apapun.Meminta pendapat dan mencari kebenaran adalah salah satu prinsip
dalamdemokrasi yang dianut sebagian besar bangsa di dunia. Didalam Islam
bermusyawarahuntuk mencapai mufakat adalah hal yang disyariatkan,seperti dalam
terjemahan Firman Allah :
³Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat,sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara
mereka; dan merekamenafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada
mereka.´ (Terjemahan QS. Asy-syura: 36) Dengan ayat itu, kita
memahami bahwa Islam telah memposisikan musyawarahpada tempat yang agung. Syariat
Islam yang lapang ini telah memberinya tempat yangbesar dalam
dasar-dasar Tasyri. (yurisprudensi).
Ayat itu memandang sikap komitmenkepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri
dengan adab syura sebagai salah satufaktor pembentuk kepribadian Islam, dan
termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebihmenegaskan urgensi syura, ayat di
atas menyebutkannya secara berdampingandengan satu ibadah fardhu ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula imanlengkap kecuali dengan
ibadah itu, yakni shalat, infak, dan menjauhi perbuatan keji.Hal tersebut
menunjukan bahwa, Islam secara langsung menerapkan prinsippengambilan
keputusan;musyawarah yang menjadi sendi utama dalam demokrasimodern (dari, oleh
dan untuk kepentingan rakyat). Disamping itu, hal-hal yang sangatpenting dalam
masalah demokrasi, yakni konsensus atau ijma. sementara ini ijma konsensus
telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum Islam.Konsensus
memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islamdan memberikan
sumbangan sangat besar terhadap tafsir hukum. Konsensus danmusyawarah sering
dianggap sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islammodern. Konsep
konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas, legitimasi negara tergantung
pada sejauh mana organisasi dankekuasaan negara mencerminkan kehendak umat.
Sebab seperti yang pernahditekankan oleh para ahli hukum klasik, legitimasi
pranata-pranata negara tidak berasaldari sumber tekstual,tetapi terutama didasarkan
pada prinsip ijma¶. Selain syuro danijma¶, ada konsep yang sangat penting dalam
proses demokrasi Islam, yakni ijtihad,dalam konteks modern sering diartikan
seruan untuk melakukan pembaruan radikal,yang menyatakan bahwa dalam Islam
kekuasaan berasal dari kerangka al-Quran danbukan dari sumber yang lain yang
manapun, prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis,pendekatan kitalah yang
telah menjadi statis, oleh karena itu sudah saatnya dilakukanpemikiran ulang
yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi,inovasi dan
kreativitas ( Altaf Gauhar, 1983: 43 ). Musyawarah, konsensus, dan
ijtihadmerupakan konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam
dalamkerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban manusia sebagai khalifahNya,
meskipunistilah ini banyak diperdebatkan maknanya di dunia Islam, tapi istilah
ini memberikanlandasan yang efektif untuk memahami hubungan antara Islam dan
demokrasi di duniakontemporer Yang menjadi poin penting dalam demokrasi
bukan sistem trias politiknya, yangmembagi pemerintahan kedalam empat lembaga
(eksekutif, yudikatif, legislative, danmedia massa), melainkan sistem checks and balancesyang berlangsung
dalampemerintahan itu. Tentunya agar bisa berjalan maka, harus ada keterbukaan
darimasing-masing elemen dalam pemerintahan itu. Dan keterbukaan itu dapat
diwujudkandalam sebuah bentuk musyawarah yang efisien, efektif dan egaliter.
Tentu saja tujuanadalah kesejahteraan rakyat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut kami dapat
menarik kesimpulan :
-
Kontribusi
umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum sangat besar. Ada pun upaya yang
harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara
yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu
keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum
harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam
dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam
perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi waajib pula
menurut perundangan.
-
Hak asasi
dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal.
Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak
boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu,
hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan
mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
-
Demokrasi
menurut islam yaitu meminta pendapat dan mencari kebenaran..
1 komentar:
BalasHapus