Makalah
NEGARA DEMOKRASI MODERN
Oleh
:
Semester
I
Fakultas
: Hukum
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami
panjatkan kehadirat Alloh Swt. Yang telah memberikan banyak nikmatnya kepada
kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah yang berjudul Negara Demokrasi Modern ini sesuai dengan waktu yang
kami rencanakan. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat
penilaian mata kuliah Ilmu Negara. Yang meliputi nilai tugas, nilai kelompok, nilai
individu, dan nilai keaktifan.
Penyusunan makalah ini tidak
berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun. Namun, hanya lebih
pendekatan pada study banding atau membandingkan beberapa materi yang sama dari
berbagai referensi.
Kami sebagai penyusun pastinya
tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan makalah ini,
yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala
kekurangannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan............................................................................................ 1
A.
Latar Belakang................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................ 2
C.
Tujuan.............................................................................................. 2
D.
Manfaat............................................................................................ 2
Bab II Pembahasan............................................................................................. 3
1.
Pengertian Demokrasi...................................................................... 3
2.
Landasan – Landasan Demokrasi.................................................... 4
3.
Sejarah dan Perkembangan Demokrasi............................................ 6
4.
Penerapan Budaya Demokrasi dalam Kehidupan Sehari –
Hari...... 7
5.
Tipe – Tipe Demokrasi Modern....................................................... 9
Bab III Kesimpulan
dan Saran............................................................................. 21
A.
Kesimpulan...................................................................................... 21
B.
Saran................................................................................................ 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam
pembicaraan ini nanti akan dicoba menerangkan pertumbuhan serta perkembangan
demkrasi, yaitu mulai dari Demokrasi langsung, demokrasi kuno, yang mulai
timbul dan berkembang sejak pada zaman Yunani Kuno, sampai pada perkembangannya
mencapai demokrasi tidak langsung, demokrasi perwakilan, atau demokrasi modern.
Ini terjadi sekitar abad ke XVII dan abad ke XVIII, maka dalam hal ini nanti
akan erat hubungannya dengan ajaran-ajaran para sarjana hukum alam. Terutama
ajaran Montesquieu, yakni ajaran tentang pemisahan kekuasaan, yang kemudian
terkenal dengan nama Trias Politika, karena ajaran inilah yang justru akan
menentukan tipe daripada demokrasi modern, dan ajaran Rousseau, yaitu ajaran
kedaulatan rakyat, yang justru tidak dapat dipisahkan dengan demokrasi.
Sekarang
kita akan membicarakan tentangtipe atau jenis-jenis demokrasi modern. Dan
menurut pendapat yang umum penjenisan terhadap negara-negara demokrasi ini
berdasarkan atas sifat hubungan antara badan legislatif dengan badan eksekutif.
Dalam hal ini Kranenburg bermaksud meninjau bagaimanakah sifat kekuasaan
penguasa itu. Sedangkan penjenisan yang akan dibicarakan di sini dimaksudkan
untuk meninjau negara dari segi sistem pemerintahannya.
Hal tersebut
di atas sebetulnya adalah mengenai masalah, bagaimanakah caranya untuk
mengusahakan suatu tatanan, atau tata tertib dari organisasi itu, yaitu
organisasi yang disebut negara, agar dapat tercegah adanya suatu pemerintahan
yang kekuasaannya bersifat absolut. Untuk ini sistem pemerintahan yang manakah.
Dan yang bagaimanakah yang harus diselenggarakan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Pengertian Demokrasi
2.
Tipe-tipe demokrasi modern
C. Tujuan
Setelah
selasai membaca makalah ini, di harapkan pembaca terutama mahasiswa unisda
mampu mengidentifikasi permasalahan tentang apa itu demokrasi modern dan
tipe-tipe demokrasi modern.
D. Manfaat
Dari
penulisan makalah ini kami harapkan bisa membantu kita semua dalam ilmu negara
dan bisa bermanfaat untuk kita semua, terutama bagi mahasiswa dalam memahami
permasalahan negara demokrasi modern.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Demokrasi
Istilah
demokrasi berasal dari bahasa yunani, demos yang berarti rakyat, dan cratein
yang berarti memerintah. Bila di gabungkan maka berarti “rakyat yang
memerintah” atau “pemerintahan rakayat”. Kata ini menjadi popular setelah di
ucapkan negarawan sekaligus mantan presiden Amerika Serikat, Abrahan Lincoln
yang mengatakan, “govermment is from the people, by the people, and for the
people”, sehingga dapat di artikan bahwa demokrasi adalah pemerintah dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dari sini
dapat di tarik bahwa tekanan jenis pemerintahan ada pada kekuasaan pemerintahan
dalam tiap-tiap negara. Bila kekuasaan pemerintahan negara itu berada di tangan
rakyat, maka negara itu di sebut negara demokrasi di mana rakyat memegang
kekuasaan atau kedaulatan.
Menurut
Internasional Commision Of Jurist demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan
oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan di jalankan
langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi
adalah rakyat.
1.1
Menurut
Internasional Commision of Jurits
Demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan tertinggi
ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang
mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam
pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
1.2
Menurut Lincoln
Demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government
of the people, by the people, and for the people).
1.3
Menurut C.F
Strong
Suatu sistem
pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut
serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan akhirnya
mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
2. Landasan-landasan
Demokrasi
2.2
Pembukaan UUD 1945
1.
Alinea pertama
Kemerdekaan
ialah hak segala bangsa.
2.
Alinea kedua
Mengantarkan
rakyat Indonesia kepintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
3.
Alinea ketiga
Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan dan kebangsaaan yang bebas.
4.
Alinea keempat
Melindungi
segenap bangsa.
2.3
Batang Tubuh UUD 1945
1.
Pasal 1 ayat 2
Kedaulatan
adalah ditangan rakyat.
2.
Pasal 2
Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
3.
Pasal 6
Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden.
4.
Pasal 24 dan Pasal 25
Peradilan
yang merdeka.
5.
Pasal 27 ayat 1
Persamaan
kedudukan di dalam hukum.
6.
Pasal 28
Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul.
2.4
Lain-lain
1.
Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi
2.
UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
3.
Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh
awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun,
arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern
telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di
banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos
yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri
dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini
disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian
kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan
konsep dan prinsip trias
politica) dengan kekuasaan negara yang
diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
Prinsip semacam trias
politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat
yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali
menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara
yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan
sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan
aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel
(accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas
dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya
secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
4. Penerapan
Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
a.
Di Lingkungan Keluarga
Penerapan
Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai
berikut:
o Kesediaan
untuk menerima kehadiran sanak saudara;
o Menghargai
pendapat anggota keluarga lainya;
o Senantiasa
musyawarah untuk pembagian kerja;
o Terbuka
terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama.
b.
Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan
Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai
berikut:
o Bersedia
mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;
o Kesediaan
hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi;
o Menghormati
pendapat orang lain yang berbeda dengannya;
o Menyelesaikan
masalah dengan mengutamakan kompromi;
o Tidak terasa
benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.
c.
Di Lingkungan Sekolah
Penerapan
Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai
berikut:
o Bersedia
bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;
o Menerima
teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama;
o Menghargai
pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;
o Mengutamakan
musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah;
o Sikap anti
kekerasan.
d.
Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan
Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam
bentuk sebagai berikut:
o Besedia
menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas;
o Kesediaan
para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya;
o Memiliki
kejujuran dan integritas;
o Memiliki rasa
malu dan bertanggung jawab kepada publik;
o Menghargai
hak-hak kaum minoritas;
o Menghargai
perbedaan yang ada pada rakyat;
o Mengutamakan
musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan masalah-masalah
kenegaraan.
5.
Tipe-Tipe Demokrasi Modern
a.
Demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang
representative, dengan system pemisahan kekuasaan secara tegas, atau system
presidensiil. Sebagai contoh daripada system ini misalnya Amerika serikat.
Sebagaimana
telah diutarakan di muka bahwa yang menjadi cirri, atau criteria daripada
penggolongan atau klasifkasi tipe-tipe demokrasi modern ini adalah sifat
hubungan antara badan-badan, atau organ-organ yang memegang kekuasaan daripada
Negara tersebut, terutama bagaimanakah sifat hubungan antara badan legislative,
yaitu badan yang memegang kekuasaan perundang-undangan, ini biasanya adalah
badan perwakilan rakyat, ingat system trias politica, dengan badan eksekutif,
yaitu badan yang memegang kekuasaan pemerintahan, atau badan yang melaksanakan
peraturan-peraturan Negara, atau disebut juga pemerintah.
Di dalam
system ini sifat hubungan antara kedua badan tersebut dapat dikatakan tidak
ada, jadi secara prinsipil bebas. Di sini orang menduga bahwa stelsel atau
system inilah yang dikehendaki oleh Montesquieu.quieu.
Pemisahan
antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislative disini diartikan bahwa
kekuasaan eksekutif itu dipegang oleh suatu basdan atau organ yang didalam
menjalankan tugas eksekutifnya itu tidak bertanggungjawab kepada badan
perwakilan rakyat. Badan perwakilan rakyat ini menurut idea Trias Politica
Montesquieu memegang kekuasaan legislative, jadi bertugas membuat dan
menentukan peraturan-peraturan hokum. Dengan demikian sebagai juga halnya
dengan anggota-anggota badan perwakilan rakyat, pimpinan daripada badan
eksekutif ini diserahkan kepada seseorang yang didalam hal pertanggungan
jawabnya sifatnya sama dengan badan perwakilan rakyat, yaitu bertanggung jawab
langsung kepada rakyat, jadi tidak usah melalui badan perwakilan rakyat. Jadi dengan
demikian kedudukan badan eksekutif adalah bebas dari badan perwakilan rakyat.
Susunan
daripada badan eksekutif terdiri daripada seorang presiden, sebagai kepala
pemerintahan, dan didampingi atau dibantu oleh seorang wakil presiden. Para
menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Jadi para
menteri itu tidak mempunyai hubungan keluar, dimaksudkan hubungan pertanggungan
jawab dengan badan perwakilan rakyat. Yang bertanggung jawab pelaksanaan tugas
yang diberikan kepada mereka oleh kepla Negara, adalah kepala Negara sendiri.
Sedangkan kepala Negara ini pun tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan
rakyat, atas kebiksanaan penyelesaian daripada tugas-tugasnya. Maka mengingat
akan kedudukan para menteri ini, yang hanya merupakan pembantu daripada
presiden, dan di mana presiden itu nyata-nyata merupakan pimpinan daripada
badan eksekutif, stelsel atau system yang demikian ini disebut stelsel atau
system presidensiil.
b.
demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang
representative, dengan system pemisahan kekuasaan, tetapi di antara badan-badan
yang diserahi kekuasaan itu, terutama antara badan legislative dengan badan
eksekutif, ada hubungan yang bersifat timbale balik, dapat saling mempengaruhi,
atau system parlementer.
Didalam
system ini ada hubungan yang erat antara badan eksekutif denagn badan
legislative, atau parlemen, badan perwakilan rakyat. Tugas atau kekuasaan
eksekutif di sini diserahkan kepada suatu badan yang disebut cabinet atau dewan
menteri. Cabinet ini mempertanggungjawabkan kebijaksanaanya, terutama dalam
lapangan pemerintahan kepada badan perwakilan rakyat, yang menurut ajaran trias
politika Montesquieu diserahibtugas memegang kekuasaan perundang-undangan, atau
kekuasaan legislative.
Oleh karena
itu cabinet bertanggungjawab kepda badan perwakilan rakyat, maka sudh barang
tentu pertanggungan jawab itu kebanyakan akan diterima baik oleh badan
perwakilan rakyat, jika kebijaksanaan pada umumnya dari cabinet itu sesuai
dengan yang dikehendaki oleh mayiritas di dalam badan perwakilan rakyat. Dan
kebijaksanaan yang demikian itu pada umumnya dapat diharapkan akan mendapatkan
penerimaan baik oleh mayoritas dalam badan perwakilan rakyat.
Jadi
andaikata dalam badan perwakilan rakyat itu yang merupakan mayorita adalah
orang-orang: A, B, C, maka tentu harus disusun suatu cabinet yang
orang-orangnya dipilih dari ; A, B,C, sehingga kebijakan cabinet itu kalau
dipertanggung-jawabkan di muka badan perwakilan rakyat akan dapat diterima
dengan baik.
Untuk
mencegah jangan sampai terjadi bahwa cabinet yang mengambil suatu
keputusan(kebijaksanaan) dan kemudian tidak dapat diterima oleh badan
perwakilan rakyat yang tidak representative, maka sebagai perimbangan daripada
pertanggungan-jawab cabinet itu, yaitu yang berarti bahwa kalau kebijaksanaan
cabinet tidak dapat diterima oleh badan perwakilan rakyat, cabinet, atau
menteri yang bersangkutan harus mengundurkan diri, cabinet, dengan melalui
kepala Negara, mempunyai kekuasaan untuk membubarkan badan perwakilan rakyat
yang dianggap sudah tidak lagi bersifat representative.
Di sinilah
letak intisari pengertian daripada stelsel parlementer, yaitu cabinet
bertanggung-jawab kepada parlemen atau badan perwakilan rakyat, artinya kalau
pertanggungan-jawab cabinet itu tidak dapat diterima baik oleh badan perwakilan
rakyat, pertanggungan-jawab tadi adalah pertanggungan-jawab politis, maka badan
perwakilan rakyat dapat menyatakan tidak percaya (mosi tidak percaya) terhadap
kebijaksanaan cabinet dan sebagai akibat daripada pertanggungan-jawab plitis
tadi, cabinet harus mengundurkan diri. Tetapi kalau ada keragu-raguan dari
pihak cabinet, dan menganggap bahwa badan perwakilan rakyat itu tidak lagi
bersifat representative, maka sebagai imbangan daripada kekuasaan badan
perwakilan rakyat untuk membubarkn cabinet tadi, cabinet mempunyai kekuasaan
untuk membubarkan badan perwakilan rakyat.
Kalau kita
perhatikan stelsel parlementer ini lebih jauh lagi kita akan mendapatkan di
dalam inti stelsel parlementer ini dua segi, yaitu :
1.
segi positif, yaitu yang berarti bahwa para menteri
harus diangkat oleh, atau sesuai dengan mayorita dalam badan perwakilan rakyat.
2.
segi negative, yaitu yang berarti bahwa para menteri
harus mengundurkan diri bila kebijaksanaannya tidak dapat disetujui atau
didukung oleh mayorita badan perwakilan rakyat.
Didalam
system parlementer ini, kepala Negara tidak merupakan pimpinan yang nyata
daripada pemerintahan, atau cabinet. Jadi yang memikul segala
pertanggungan-jawab adalah cabinet, termasuk juga di sini pertanggungan-jawab
atas kebijaksanaan atau tindakan kepala Negara, artinya segala akibat daripada
perbuatan-perbuatan itu dipikul oleh kabinet.
Tetapi oleh
karena dalam kenyataannya bahwa bertanggung jawab atas keputusan-keputusan atau
peraturan-peraturan itu adalah kabinet, materi yang bersangkutan, maka harus
dapat dibuktikan bahwa di dalam keputusan-keputusan tau peraturan-peraturan itu
ada persetujuan dari kabinet, atau salah seorang menteri yang bersangkutan,
untuk menyatakan adanya persetujuan ini, maka anggota cabinet yang
bersangkutan, atau menteri yang bersangkutan atau perdana menteri untuk atas
nama seluruh anggota kabinetturut serta menandatangani keputusan atau peraturan
itu. Turut serta penandatanganan yang demikian ini di sebut contrasign.
Dengan
demikian maka yang bertanggung jawab atas keputusan-keputusan atau
peraturan-peraturan itu adalah menteri yang bersangkutan, yaitu menteri yang
turut serta menandatangani keputusan atau peraturan tadi. Maka di dalam system
atau stelsel parlementer ini kepala Negara diberi kedudukan yang tidak dapat di
ganggu gugat.
Inilah
uraian secara singkat yang di sebut system parlementer, yang pernah juga di
laksanakan di Negara Indonesia, yaitu ketika Negara Indonesia berada di bawah
kekuasaan Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949, dan juga ketika di
bawah kekuasaan Undang-undang Dasar 1950. Juga di Negara-negara Eropa Barat.
Sedangkan menurut sejarahnya, asal daripada stelselparlementer ini adalah
Inggris, dan yang merupakan di puncak daripada perkembangan sejarah
ketatanegaraan Inggris. Sedangkan kalau di Indonesia stelsel parlementer
tersebut adalah merupakan titik tolak daripada perkembangan sejarah
ketatanegaraannya.
Adapun
sejarah perkembangan stelsel parlementer tersebut di Inggris dapatlah secara
singkat dituturkan sebagai berikut:
Pertumbuhannya
di Kerajaan Inggris itu di mulai denagn suatu adagium atau azas yang tersimpul
di dalam kata-kata : The King Can Do Wrong. Yang artinya adalah Raja Tidak
Pernah Berbuat Salah. Pengertian yang penting daripada adagium ini bukanlah
oleh karena Raja tidak dapat berbuat salah lalu semua perbuatannya betul,
tidak, tidaklah demikian, tetapi pengertiannya adalah Apabila ada perbuatan
yang tidak betul itu bukanlah perbuatan Raja, oleh karena itu Raja tidak dapat
berbuat salah. Jadi apabila ada perbuatan yang keliru meskipun perbuatan itu
adalah perbuatan daripada Raja itu sendiri, bukanlah Raja yang harus
bertanggung jawab, tetapi yang harus bertanggung jawab adalah cabinet, atau
salah seorang menteri yang bersangkutan.
Dengan cara
demikian maka akhirnya dapat tercapai suatu system pemerintahan, di mana yang
harus bertanggung jawab itu adalah para menterinya. Yang berarti bahwa yang
berhak menentukan kebijaksanaan pemerintahan pemerintahan itu bukan lagi Raja,
tetapi para menterinya, atau kabinet.
Antara
stelsel parlementer yang berasal dari Inggris dan kemudian di ikuti oleh
negara-negara lainnya di Eropa Barat, dan yang kemudian juga di ikuti oleh
negara Indonesia, ada perbadaan yang besar sekali. Suatu perbedaan yang
sebenarnya tidak terletak di dalam azasnya, melainkan suatu perbedaan yang
timbul karena keadaan, yaitu bahwa stelsel parlementer di Inggris itu bukanlah
suatu improvisasi, bukam merupakan ciptaan dengan sengaja, yang ditentukan
secara dogmatis, yaitu dengan menentukan peraturan-peraturannya terlebih
dahulu, baru kemudian dilaksanakanya peraturan-peraturan tersebut, melainkan
stelsel parlementer di Inggris adalah merupakan suatu hasil daripada
perkembangan sejarah ketatanegaraannya. Perkembangan mana akhirnya mencapai
suatu titik puncak di mana terdapat system pemerintahan yang demikian itu tadi.
Sedangkan
stelsel parlementer di negara-negara lainnya, termasuk juga Indonesia, tidaklah
demikian keadaanya, melainkan hasil perkembangan sejarah ketatanegaraan yang
telah tercapai di Inggris itu, sebagai puncak daripada sejarah perkembangan
system ketatanegaraan, dipergunakan oleh negara-negara lainnya sebagai suatu
titik permulaan daripada sejarah perkembangan ketatanegaraannya, jadi tegasnya,
stelsel parelemnter itu kalu di Inggris merupakan titik puncak daripada sejarah
perkembanganketatanegaraannya, sedangkan kalau di negara-negara lainnya
termasuk juga Indonesia, merupakan titik permulaan daripada sejarah
perkembangan ketatanegaraannya.
c.
Demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang
representatif, dengan sistem pemisahan kekuasaan, dengan stelsel referendum,
atau control secara langsung oleh rakyat.
Salah satu
jalan lain untuk menghindarkan suatu pemerintahan yang bersifat absolute ialah
system yang dipergunakan atau di laksanakan di Swiss, yaitu yang disebut dengan
system referendum.
Kalau di
dalam system peresidensial kedudukan badan eksekutif itu bebas dari badan
legislatif, jadi tidak ada hubungannya, dan kalau di dalam system parlementer
antara badan eksekutif dan badan legislatif itu terdapat hubungan yang bersifat
timbale balik, maka adalah sangat berlainan keadaanya dengan pemerintahan yang
mempergunakan system referendum ini.
Didalam
system referendum, di Swiss, badan eksekutif disebut Bundesrat yang bersifat
suatu dewan, merupakan bagian daripada badan legislatif, yang di sebut
Bundesversammlung. Bundesversammlung ini terdiri dari Nationalrat dan
Standerat. Nationalrat adalah merupakan badan perwakilan nasional, sedangkan
Standerat adalah merupakan perwakilan daripada negara-negara bagian yang
disebut kanton. Dengan demikian maka Bundesrat tidak dapat dibubarkan oleh
Bundesversammlung, lagipula yang dimaksud dalam system ini bahwa, Bundesrat itu
semata-mata hanya menjadi badan pelaksana saja daripada segala kehendak atau
keputusan Bundesversammlung, dan untuk itu di antara anggota-anggota
Bundesversammlung itu ditunjuk 7 orang, yang kemudian ketujuh orang ini
merupakan suatu badan yang bertugas melaksanakan administrative
keputusa-keputusan daripada Bundesversammlung. Jadi anggota-anggota Bundesrat
itu di ambil dari sebagian anggota-anggota Bundesversammlung.
Meskipun
juga ada anggota-anggota Bundesrat yang di anggkat dari luar Bundesversammlung,
tetapi setelah ia menjadi anggota Bundesrat, dengan sendirinya ia menjadi pula
anggota Bundesversammlung. Jadi dengan demikian Bundesrat tetap merupakan
bagian daripada Bundesversammlung. Karena itu sama sekali tidak ada persoalan
tentang ada, atau tidaknya kata sepakat antara Bundesrat dengan
Bundesversammlung, atau kata sepakat antara badan eksekutif dengan badan
legislatif. Pula, di sini tidak ada ketentuan tentang pembagian pekerjaan,
karena memang yang dimaksud di dalam system ini adalah bahwa, segala sesuatu
itu diputuskan oleh Bundersammlung, dan kemudian pelaksanaanya diserahkan kepada
Bundesrat.
Maka melihat
keduudkan Bundesrat yang merupakan badan pelaksana saja daripada segala apa
yang telah menjadi putusan Bundesversammlung, kita lebih cendung menyebut
system yang dilaksanakan di swiss itu dengan istilah system badan pekerja.
Kalu misalnya
di dalam system ini Bundesrat itu menjalankan kebijaksanaan yang menurut
Bundesversammlung tidak sesuai dengan yang di kehendaki oleh Bundesversammlung,
maka Bundesrat tidak mempunyai kebebasan lagi untuk meneruskan apa yang menjadi
kehendaknya, atau lalu sama sekali tidak mau bekerja, melainkan Bundesrat harus
merubah sikapnya yang harus menjalankan apa yang di kehendaki oleh
Bundesversammlung. Jadi harus lalu membatalkan maksud mereka semula dalam
menyesuaikan tindakannya itu dengan kehendak Bundesversammlung.
Diantara
anggota-anggota Bundesrat itu tidak ada yang ditunjuk sebagai pemimpin daripada
Bundesrat tersebut. Jadi tidak ada seseorang yang, - sebagai halnya di dalam
system presidensil -, mempunyai kedudukan sebagai presiden, yang memimpin badan
eksekutif itu. Memang betul bahwa diantara anggota-anggota bundesrat itu ada
yang di tunjuk untuk selama masa satu tahun untuk menjalankan tugas-tugas
negara atau pekerjaan yang lain-lain negara biasanya di jalankan oleh kepala
negara atau presiden. Tetapi ini tidak berate bahwa penunjukan itu membawa
kedudukan atau hak-hak istimewa baginya, yang berbeda dengan anggota Bundesrat
lainnya. Sebab kedudukannya tidak lebih hanyalah mengepalai, dalam arti
mengkoordinir anggota-anggota Bndesrat itu. Jadi tidak merupakan kedudukan yang
khusus.
Pengankatan
utnuk menjadi anggota Bundesrat itu selama masa tiga tahun, dan selama masa
jabatan itu mereka tidak dapat dihentikan, dan sehabis masa jabatannya itu
mereka dapat di pilih kembali; dan untuk ini, untuk dapat di angkat menjadi
anggota Bundesrat lagi, mereka harus mempunyai keahlian, baik keahlian politis
maupun keahlian dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Tadi di atas
dikataka bahwa Bundesrat itu hanya melaksanakan saja apa yang telah menjadi
putusan daripada Bundesversammlung. Apakah dengan demikian lalu kedudukan
Bundesversammlung itu bebas sama sekali ? Kiranya tidaklah demikian halnya.
Sebab di Swiss itu di dapatkan suatu lembaga kenegaraan yang di sebut
referendum, yaitu suatu pemungutan suara secara langsung dari rakyat, yang
mengontrol tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan daripada
Bundesversammlung. Ada dua macam referendum, yaitu:
1.
Referendum obligator, atau referendum wajib.
2.
Referendum fakultatif, atau referendum yang tidak
wajib.
Maurice
Duverger menyebutkan system di Swiss ini dengan istilah demokrasi semi
langsung.
Menurut
Kranenburg(83) bahwa sebab-sebab terdapatnya perbedaan tipe daripada demokrasi
modern terletak dalam riwayat politik daripada negara-negara yang bersangkutan.
Sistem parlementer itulah perubahan hebat untuk negara monarki di bawah
pengaruh azas pertanggungan jawab menteri. Dengan demikian tugas monark atau
raja telah diganti sifatnya dengan tidak ada perubahan di luar, yakni menjadi
tugas yang menjamin dan membimbing berjalanya system secara teratur, oleh
karena ia pertama-tama sebagai lat berdiri di atas partai-partai dan sesudah
pemilihan menjamin pemerintahan kepada partai-partai atau kepada kombinasi
partai-partai yang ternyata telah mendapat suara terbanyak. Tugas ini sangat
penting; kehidupan tak terganggu konstitusionil seluruhnya akhirnya tergantung
kepada di selenggarakannya dengan baik tugas ini.
Tugas itu
menghendaki pengetahuan bulat tentang hubungan-hubungan politik dan
aliran-aliran politik pada penduduk, kecakapan membuat putusan, kenal betul
akan orang-orang dan jagan dilupakan pula kebesaran hati, oleh karenanya di
butuhkan sekali keadilan yang tepat dalam meninjau hak-hak pelbagai golongan.
Selanjutnya tugas alat juga menstabilisir, oleh karena menteri-menteri selalu
dapat dipaksa untuk membela tindakan-tindakan mereka terhadap organ yang
terdiri di atas partai oleh karena jabatab, pendidikan, adat dan biasanya
seorang pembesar yang tinggi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.
Demokrasi
Istilah
demokrasi berasal dari bahasa yunani, demos yang berarti rakyat, dan cratein
yang berarti memerintah. Bila di gabungkan maka berarti “rakyat yang
memerintah” atau “pemerintahan rakayat”. Kata ini menjadi popular setelah di
ucapkan negarawan sekaligus mantan presiden Amerika Serikat, Abrahan Lincoln
yang mengatakan, “govermment is from the people, by the people, and for the
people”, sehingga dapat di artikan bahwa demokrasi adalah pemerintah dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dari sini
dapat di tarik bahwa tekanan jenis pemerintahan ada pada kekuasaan pemerintahan
dalam tiap-tiap negara. Bila kekuasaan pemerintahan negara itu berada di tangan
rakyat, maka negara itu di sebut negara demokrasi di mana rakyat memegang
kekuasaan atau kedaulatan.
Menurut
Internasional Commision Of Jurist demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan
oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan di jalankan
langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi
adalah rakyat.
2.
Tipe-tipe demokrasi modern
a.
Demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang
representative, dengan system pemisahan kekuasaan secara tegas, atau system
presidensiil. Sebagai contoh daripada system ini misalnya Amerika serikat.
b.
demokrasi, atau
pemerintahan perwakilan rakyat yang representative, dengan system pemisahan
kekuasaan, tetapi di antara badan-badan yang diserahi kekuasaan itu, terutama
antara badan legislative dengan badan eksekutif, ada hubungan yang bersifat
timbale balik, dapat saling mempengaruhi, atau system parlementer.
B. Saran
Hendaknya
melalui makalah ini kita dapat memahami dan menjelaskan tentang arti dari
“demokrasi dan tipe-tipe”. Makalah yang kami susun ini masih banyak mengalami kekurangan
, baik dari segi pengambilan materi, menyusun materi maupun dari segi
penulisnya, jadi kiranya dapat memberikan hal-hal positif bagi kesempurnaan
makalah ini yang berjudul Negara demokrasi modern.
oc lah
BalasHapus